Pages

Labels

Monday 16 February 2015

DALAM KENANGAN: THIO HIM TJIANG

"Dalam situasi sekarang tidak harus menyesal. Bersyukur masih bisa berjalan, masih bisa kenal siang dan malam," ucap Him Tjiang.

KAMIS, 19 Januari 2012. Siang itu cuaca di Serpong, Tangerang Selatan, terlihat agak mendung. Di sebuah rumah sederhana tampak seorang pria renta terduduk di halaman depan, ditemani alat bantu berjalan. Dia adalah Thio Him Tjiang, mantan penggawa timnas Indonesia.

Penikmat sepak bola sekarang mungkin belum banyak mengenal. Maklum, Him Tjiang aktif di timnas periode 1951-1958. Him Tjiang termasuk skuat timnas Olimpiade Melbourne 1956, yang mampu menaham imbang Uni Soviet 0-0 (laga pertama) kemudian takluk 0-4 (laga kedua).

Uniknya, pria kelahiran Jakarta, 28 Agustus 1929, yang hingga kini tetap membujang itu mengaku tidak pernah punya obsesi jadi pemain. Termasuk bisa memperkuat timnas. Kecintaannya pada si kulit bundar mulai merekah ketika menonton sang ayah, Thio Kioe Sen, kiper timnas era 1930.

Him Tjiang kecil kerap menyaksikan aksi sang ayah bermain di lapangan Petak Singkian, markas klub Union Makes Strength (UMS). "Saat menonton itulah saya mulai menendang-nendang bola. Dan, ketika memperkuat timnas usia saya sekitar 26 atau 27 tahun," ujarnya terbata-bata.

Him Tjiang mengingat terakhir kali membela timnas saat di Asian Games 1958 Tokyo. Setelah itu dirinya tidak berminat melanjutkan karier di sepak bola, terutama menjadi pelatih.

"Bukan saya tidak mau membagi ilmu kepada adik-adik. Tapi saya tidak pernah berniat jadi pelatih. Saya hanya ingin bermain. Jadi setelah tidak bermain, ya hanya menonton," kata Him Tjiang yang mengaku pernah ditinggal tunangan saat sibuk memperkuat timnas.

Mantan bek kiri UMS, Persija Jakarta, dan Persib Bandung, ini mengaku menyimpan banyak kenangan saat bermain. Utamanya saat terpilih mengenakan seragam "Merah-Putih". "Kaki kanan dan kiri saya sama bagusnya. Tapi pelatih (Tony Pogacnik) menempatkan saya sebagai bek kiri," tutur Him Tjiang.

Petuah
Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini tak lupa memberi petuah. "Saya dan teman-teman tidak pernah kaku dan saling tarik urat kalau bicara. Kami juga tidak terbiasa memaki pemain yang melakukan kesalahan. Sikap paling baik dalam tim adalah saling membantu," ujar Him Tjiang.

Satu hal menarik dari Him Tjiang adalah sosoknya yang humoris. Di usia ke-82 Him Tjiang masih senang bercanda dan tertawa. Kaki kiri yang sudah lumpuh seperti tidak pernah dirasakannya. "Dalam situasi sekarang tidak harus menyesal. Bersyukur masih bisa berjalan, masih bisa kenal siang dan malam," ucapnya.

Kini Him Tjiang telah berpelang menghadap Sang Maha Kuasa, yang tersisa tinggal kenangan hebat sebagai eks pemain timnas. Tapi cerita kehebatan dan keteladanannya tidak akan lekang dimakan waktu. Terutama bagi suporter timnas, Persija, Persib, dan penggiat UMS. Selamat jalan, teladan!

Sumber topskor.co.id

0 comments:

Post a Comment