Pages

Labels

Wednesday 25 February 2015

Adeng Hudaya: Sukses di Persib Berawal dari Buah Jeruk

KARIER Adeng Hudaya sebagai pemain Persib Bandung rupanya dimulai dari buah jeruk . Ini kisahnya.

adeng-hudaya

Nama Adeng begitu menggema ketika masih menjadi salah satu penggawa Persib pada era perserikatan. Namun siapa sangka kepiawaiannya memainkan bola berawal dari kolam kering dan hanya memainkan buah jeruk bali sebagai bolanya.

Terlahir di suatu kampung di kawasan Kabupaten Garut pada 30 Juni 1957, Adeng sudah hobi bermain sepak bola sejak kecil. Bahkan, kakak kandungnya yaitu Ade Heri sudah lebih dulu berkostum Maung Bandung.

Kebetulan kalau dulu di kampung, tahun 1974 lah atau 1975 ada main seredan, yaitu main bola di kolam yang dikeringkan. Lalu bolanya itu pakai sejenis jeruk bali yang dilunakan. Tiga lawan tiga, rame tiap sore, kata Adeng pada INILAH, Senin (23/2).

Seiring berkembangnya zaman, Adeng pun mulai mengunakan bola kain. Ketika dia bermainpun sudah menggunakan sepatu, meskipun harus berjuang keras mengakali pull pada bagian sol bawahnya dengan menempelkan paku.

Sudah berkembang pakai bola yang dari kain dan pentil anginnya keluar terus. Kebetulan di Garut banyak home industri, sepatu bola pun dibikin pull nya pakai paku di sol, dan Garut terkenal dengan tukang sol sepatu, tambahnya.

Walaupun tumbuh di lingkungan serba keterbatasan, namun kemampuan Adeng menggiring bola tak lantas diragukan. Sehingga begitu dia masuk ke sekolah menengah Pertama (SMP) atau SLTP. Dirinya sudah bergabung bersama tim junior Persigar Garut yang kala itu menjadi tim idaman pemain sepak bola di Kota Intan.

Di sekolah, kebetulan ada sepak bola dan naik ke SLTP mengenal lapangan besar. Kebetulan juga ada pemilihan pemain untuk Persigar Junior. Dulu yang bisa main di Garut kotanya saja sudah hebat, ujar libero tangguh pada zamannya ini.

Setelah menuntaskan Sekolah Menengah Atas (SMA), Adeng hijar ke Kota Bandung dan meneruskan pendidikannya di IKIP yang kini dikenal sebagai Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dia mengambil konsentrasi olahraga sebagai spesialisasinya.

Di tahun yang sama, ketika usia Adeng menginjak angka 20-an, dia juga bergabung dengan Sekolah Sepak Bola (SSB) UNI, guna meneruskan hobinya bermain sepak bola. Selanjutnya, UNI pun menjadi kendaraanya masuk ke tim Persib di penghujung dekade 1970-an.

Kebetulan waktu itu masuk di FPOK, kalau dulu itu STO yang bergabung ke IKIP. Saya masuk tahun 1977, alhamdulillah masuk juga di klub UNI . Dulu yang pegang Pak Marzuki pelatih kawakan. Alhamdulillah, pas saya masuk terus ke Persib senior pada tahun 1979, terangnya.

Kendati sudah bergabung dengan Persib, talenta Adeng bermain bola rupanya menjadi andalan tim Indonesia. Bahkan, dia berhasil mempersembahkan trofi juara di ajang Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) 1981 di Thailand. Setahun kemudian, pada 1982, dia juga mempertahankan gelar serupa pada ajang di Jakarta.

Posisi Adeng di tim sepak bola POM Indonesia cukup krusial, sehingga sempat terjadi perselisihan dengan Persib karena memperebutkan dirinya. Namun, dengan alasan kenegaraan, dia memilih untuk membela Indonesia dan memutuskan rehat dari Maung Bandung selama satu tahun.

Karena di mahasiswa berhasil juara 1981 dan 1982 dan diperlukan, jadi malah gontok-gontokan sama Persib. Saya berenti dulu setahun, dan 80-an berapa gitu naik lagi di Persib. Di sana, saya punya keinginan yang tadinya main dari kolam dikeringkan ingin bermain di lapangan bagus, bebernya.

Setelah menuntaskan tugas bersama tim POM Indonesia, Adeng kembali bergabung bersama Persib. Dengan keinginan keras dan rasa tanggungjawabnya sebagai kapten tim, dia sangat berambisi membawa Maung Bandung kembali berjaya di Indonesia.

Tahun 1982 main di Persib lagi, kami ada keinginan besar membawa Persib kembali bermain di Senayan, karena dulu 25 tahun Persib gak ikut kompetisi besar. Alhamdulillah, angkatan saya yang bawa Persib masuk ke kompetisi lagi. Kalau dulu mah Persib main desa ke desa, urainya.

Sekitar 15 tahun bersama Persib, dia berhasil mempersembahkan tiga trofi Liga Perserikatan pada 1986, 1990. Terakhir 1994 penutup kompetisi Liga Perserikatn karena musim berikutnya dilebur dengan Galatama dan berubah menjadi Liga Indonesia.

Setelah mempersembahkan trofi ketiga di Liga Perserikatan terakhir, Adeng pun langsung memutuskan gantung sepatu. Saat itu dia menyadari, di usianya yang sudah menginjak 36 tahun performa mulai menurun. Disamping itu, dia juga ingin memberikan kesempatan kepada pemain muda.

Ada seleksi 1982 masuk jadi kapten, dan alhamdulillah 1986 juara, sampai terakhir main setelah juara 1994. Saya mengundurkan diri dari Persib karena kebetulan orang tua saya juga bilang kalau prestasi gak bisa dinilai dengan uang dan memang usia juga sudah gak menunjang. Jadi setelah itu fokus ke pekerjaan, pungkasnya. (ddy)

http://www.inilahkoran.com/read/detail/2181283/sukses-di-persib-berawal-dari-buah-jeruk


0 comments:

Post a Comment